Selasa, 28 Mei 2013

Fraud Dalam Kegiatan Asuransi







Pesatnya perkembangan bisnis asuransi menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap kesehatan dan jiwa. Selain itu tujuan lain pembukaan polis asuransi adalah untuk melindungi masa depan ahli waris ketika kehilangan pencari nafkah utamanya. Maraknya perkembangan bisnis asuransi ini pada prakteknya diikuti pula dengan timbulnya Insurance Fraud.  Keinginan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya menjadi salah satu faktor pendorong berkembangnya Insurance Fraud.

Fraud dalam Asuransi 


Apa saja yang termasuk Insurance Fraud ?

Secara luas, Insurance Fraud dapat diartikan sebagai segala macam bentuk kecurangan yang dilakukan oleh para pelaku asuransi (Nasabah, Tenaga Pemasaran, maupun Perusahaan Asuransi) dalam rangka menguntungkan diri sendiri. Contoh sederhana antara lain adalah pemalsuan identitas, yaitu misalnya pemalsuan usia yang dilakukan dengan tujuan agar premi yang dikenakan lebih murah. Untuk memperkuat, dokumen yang dipalsukan juga dilampirkan sebagai pendukung. Contoh lainnya adalah pemalsuan kejadian seperti menyembunyikan riwayat kesehatan.

Namun dalam bahasan kali ini, Insurance Fraud dibatasi pada hal-hal yang kerap terjadi dalam kegiatan perasuransian yaitu menyangkut penggelapan premi nasabah serta pemalsuan tanda tangan, dimana akibat yang ditimbulkan dari tindakan ini membawa efek yang lebih serius secara hukum.





Penggelapan Premi

P.T Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) sebagai perusahaan asuransi terdepan di Indonesia memiliki nasabah yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di wilayah-wilayah tertentu dimana fasilitas perbankan masih terbatas, pembayaran premi oleh nasabah dilakukan melalui penitipan pada agennya. Pada waktu-waktu sebelum jatuh tempo pembayaran premi, agen akan memungut pembayaran premi dari nasabah-nasabahnya untuk kemudian menyetorkan langsung kepada kantor pusat atau melalui akses perbankan.

Tujuan awal pembayaran premi secara titipan ini adalah untuk mempermudah sekaligus memberikan pelayanan kepada nasabah. Yang kemudian menjadi permasalahan adalah ketika oknum agen ternyata menyalahgunakan kepercayaan nasabah tersebut dengan tidak menyetorkan premi atau hanya menyetorkan sebagian dari jumlah yang seharusnya atas nama nasabah. Akibatnya tentu saja setelah melampaui jangka waktu tertentu polis atas nama nasabah tersebut dinyatakan batal (Lapse). Kerugian bukan saja menimpa nasabah yang bersangkutan namun juga menimpa Prudential Indonesia, sebagai perusahaan asuransi, terlebih jika ternyata nasabah yang dirugikan memuat keluhannya tersebut dalam media massa, melakukan pelaporan dugaan tindak pidana dan atau melakukan gugatan perdata untuk memperoleh ganti rugi. Akibatnya, bisa dipastikan membawa kerugian materiil serta dampak negatif terhadap reputasi Prudential Indonesia sebagai perusahan asuransi yang terpercaya.



Pemalsuan Dokumen Identitas 

Pemalsuan dokumen identitas melalui upaya perubahan dokumen identitas sehingga bisa memenuhi syarat penerimaan oleh bagian underwriting untuk bisa meloloskan syarat penerbitan polis atau persyaratan klaim lainnya.


Pemalsuan Tanda Tangan

Pemalsuan tanda tangan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang biasanya terjadi untuk penandatanganan formulir-formulir yang seharusnya dilakukan oleh Nasabah langsung. Contoh yang paling sering terjadi adalah penandatanganan SPAJ, formulir perubahan polis seperti perubahan alamat, frekuensi pembayaran, penambahan penerima manfaat dan lain sebagainya.

Pemalsuan  yang lebih menimbulkan kerugian bagi Nasabah adalah pemalsuan tanda tangan atas formulir penarikan dana (withdrawal) nilai tunai polis asuransi milik Nasabah di Prudential Indonesia. Dalam kasus ini, pihak-pihak yang tidak berwenang tanpa sepengetahuan nasabah melakukan penarikan dana dengan cara mengisi dan memalsukan tanda tangan nasabah pada formulir withdrawal sebagai salah satu persyaratan penarikan dana nilai tunai. Biasanya tindakan pemalsuan tanda tangan ini baru diketahui nasabah ketika yang bersangkutan menerima pemberitahuan adanya penarikan dana dari Prudential Indonesia.



Memberi Informasi Produk yang Menyesatkan

Memberikan informasi produk yang tidak sesuai kepada nasabah atau calon nasabah sehingga mendorong nasabah atau calon nasabah untuk membeli Polis adalah juga termasuk tindakan fraud dalam kegiatan asuransi.






Dasar Hukum

Peraturan perundangan sudah mengatur sanksi-sanksi terkait Insurance Fraud yang dipaparkan di atas.

Tindakan Penggelapan Premi oleh Agen dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan sebagaimana termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana) Pasal 372 tentang penggelapan yang menetapkan pidana penjara maksimal 4 tahun.

Lebih spesifik lagi, Pasal 76 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian juga telah mengatur terkait penggelapan premi bahwa Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milliar  rupiah).

Sementara itu terhadap tindakan Pemalsuan Tanda tangan, secara umum ketentuan KUH Pidana sudah mengatur sanksi terkait hal tersebut melalui pasal 263 ayat 1 dan 2 mengenai pemalsuan dokumen, yang menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun.

Ketentuan sejenis yang menyebutkan sanksi pidana bagi pelaku pemberi keterangan palsu atau pemalsuan dokumen. Pasal 266 KUH Pidana menyebutkan bagi yang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik, dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun (ayat 1) dan ancaman pidana yang sama bagi barang siapa dengan sengaja memakai surat dalam ayat pertama (ayat 2)




Selain KUHP, dalam UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian juga mengatur perihal Pemalsuan sebagai berikut:
Pasal 78 UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyebutkan bahwa Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah sebagaimana dimaksud Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

Perihal Informasi Yang Menyesatkan diatur dalam KUHP dan UU No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sebagai berikut: 
Pasal 378 KUHP untuk ancaman pidana karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. Sedangkan Pasal 75 UU No.40 Tahun 2014 tentang perasuransian memberi ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).