Selasa, 29 Maret 2011

Surat Untuk Ayah


Kategori : Case Study, Prudential


    Pak Lukman dan Pak Budi tinggal di kota Lampung. Mereka berumah tangga dan masing-masing memiliki seorang putri yang umurnya hampir sebaya. Anak Pak Lukman namanya Ani, sedangkan anak Pak Budi namanya Patty. Isteri mereka adalah ibu rumah tangga. Mereka tinggal di perumahan yang sama dan kerja di perusahaan yang sama juga. Karena itulah biasanya mereka akan berangkat kerja bersama dengan memakai mobil secara bergantian, seminggu memakai mobil Pak Lukman dan seminggunya lagi memakai mobil Pak Budi, begitu seterusnya. 
    Suatu hari ketika Pak Lukman dan Pak Budi berangkat kerja, di tengah jalan terjadi kecelakaan yang menyebabkan mereka berdua tidak pernah kembali kepada keluarga mereka lagi, mereka meninggalkan istri dan anak mereka untuk selama-lamanya. 
    Setelah Pak Lukman meninggal, terpaksa istri dan anaknya harus pindah ke rumah kontrakan yang sangat kecil karena rumah mereka yang dulu adalah rumah kredit yang belum lunas pembayarannya, sehingga disita oleh Bank karena Bu Lukman tidak mampu meneruskan angsurannya. Demikian juga harta benda berharga lainnya mulai dijual satu persatu untuk menyambung hidup Bu Lukman dan Ani, putrinya. Harta benda telah habis dan Bu Lukman harus mencari nafkah untuk biaya hidup dan sekolah anaknya. Siang hari Bu Lukman mencuci baju tetangganya dan malamnya menjahit baju pesanan. Karena tekanan hidup ini menyebabkan Bu Lukman mulai saakit-sakitan. 
    Suatu hari pada saat Bu Lukman sedang menjahit, Ani menanyakan pertanyaan yang selama ini mengganjal pikirannya. “Bu, dulu kehidupan kita sama dengan Petty, kenapa setelah ayah meninggal kehidupan kita menjadi begitu berbeda dengan mereka, sampai-sampai ibu harus mencuci baju di rumah Patty, padahal Ani dan Patty sama-sama kehilangan ayah kan?” 
    Jawab Bu Lukman, “Karena Pak Budi memiliki asuransi sehingga pada saat Pak Budi meninggal, keluarganya mendapatkan uang sebesar Rp. 200.000.000,- Ani menanyakan pertanyaan ke ibunya lagi, “ Kenapa waktu ayah masih hidup ibu tidak meminta ayah untuk membeli asuransi juga?” Mendengar pertanyaan tersebut Bu Lukman diam tak bisa menjawab. 
    Pada saat mau tidur, Ani menulis sepucuk surat kepada ayahnya. Isi suratnya seperti ini : 
    Surat untuk Ayah : 
    Ayah,bagaimana caranya untuk mengatakan padamu tentang semua yang telah terjadi pada kami? Sekarang kami tinggal di rumah sewa dengan lampu yang redup dan tempat tidur yang hampir patah. Apakah semua anak harus merasakan penderitaan seperti ini ketika ditinggalkan ayah mereka? 
    Kami sangat miskin sehingga kami harus menjual semua yang kami punya. Jika saja ayah tahu bahwa kami melewati setiap hari seperti ini, Aku yakin, sangat yakin ayah juga takkan tenang walaupun ayah berada di surga. 
    Aku mencintaimu ayah, walaupun engkau takkan pernah kembali. Begitu juga ibu yang setiap malam selalu menangis sebelum tidur. Ia bekerja mencuci baju tetangga di siang hari dan menjahit pada malam harinya. Sehingga aku bisa terus sekolah karena menurutnya hal itulah yang terbaik untukku. Tapi ayah, aku tidak menyalahkanmu karena aku sangat mencintaimu. Dan aku tahu bahwa engkau juga mencintai kami dan engkau tidak mau meninggalkan kami. Dan ayah, tidak mudah bagi kami untuk berkata; Karena itu aku dan ibu harus menderita sekarang ini. 
    ~o~
                  
    Semoga setiap ayah mengerti bahwa anak-anak mereka memerlukan perlindungan asuransi jiwa sehingga kebutuhan mereka terpenuhi. Dan untuk ayah mereka, bukanlah suatu pillihan, saat mereka bisa meninggal. Dan ibu mereka tidak perlu menangis setiap malam. Dan anak-anak mereka yang masih kecil tidak perlu berkata; AYAH……..MENGAPA??
    ~ Surat ini ditujukan untuk semua anak kecil yang tidak mengerti mengapa mereka harus menderita karena kekhilafan orang tuanya. Semoga anak-anak yang masih kecil mendapat perlindungan Tuhan dan tidak merasakan kepahitan hidup.~