Senin, 09 September 2019

Apa Itu Saham



oleh : Adler Haymans Manurung


ilustrasi : idx.co.id



 
 Sering kita mendengar seseorang ingin mendirikan perusahaan. Perusahaan itu menerbitkan selembar surat pernyataan bahwa pemegang surat itu memiliki perusahaan penerbit surat tersebut. Surat tersebut dikenal dengan saham.

Pada surat itu tidak dituliskan jatuh tempo dana yang diinvestasikan oleh pembeli surat yang diterbitkan. Artinya, pemegang saham tidak mempunyai jatuh tempo atau selama perusahaan berdiri atau sampai perusahaan dilikuidasi. Namun, surat tersebut menyatakan jumlah saham yang dimiliki dan nilai nominal per saham tersebut. Bila nilai nominal saham sebesar Rp 5 juta per saham dan saham yang dimiliki sebesar 10 saham, pemegang surat tersebut melakukan investasi sebesar Rp 50 juta. Nilai nominal saham ini tidak berubah-ubah, terkecuali ada dalam keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) perusahaan yang bersangkutan.




Saham Preferen dan Saham Biasa
Saham bisa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu saham preferen dan saham biasa. Pemegang saham preferen tidak mempunyai hak voting di dalam rapat umum pemegang saham dan mempunyai hak dividen setiap tahunnya. Pada awal terbentuknya perusahaan dan diadakannya penerbitan saham preferen, besarnya dividen perusahaan ditentukan.

Perusahaan wajib membayar dividen setiap tahun walaupun perusahaan mengalami kerugian. Pada saat perusahaan mengalami kerugian, perusahaan tidak bisa membayar dividen. Dividen akan dibayarkan pada tahun berikutnya ketika perusahaan untung. Misalkan perusahaan mempunyai pembayaran dividen sebesar Rp 50 per saham. Maka pada saat rugi, perusahaan tidak membayar dividen. Setelah untung tahun berikutnya, perusahaan akan membayar dividen sebesar Rp 100 per saham dimana Rp 50 merupakan utang dividen dikarenakan adanya kerugian pada tahun sebelumnya dan Rp 50 merupakan keuntungan pada tahun berjalan.

Tidak ada kewajiban bagi pemegang saham biasa untuk mendapatkan dividen setiap tahun. Keputusan adanya dividen merupakan kebijakan pada RUPS. Bila direksi perusahaan memberikan pertanggungjawaban untuk tidak membayar dividen, dividen tidak dibagikan. Namun bila RUPS perusahaan memaksakan untuk membagikan dividen, perusahaan harus membagikan dividen walaupun sudah ada kebijakan tidak ada pembagian dividen pada RUPS tersebut.

Kewenangan bisa terjadi pada RUPS karena pemegang saham biasa mempunyai hak voting dalam RUPS. Hak voting ini yang dipergunakan perusahaan untuk menentukan pembagian dividen tersebut. Bila ada salah satu pemegang saham ingin mendapatkan dividend an hal itu dikemukakan pada RUPS, biasanya pemegang saham lain akan mendukung sehingga ada pembagian dividen dengan hak voting tersebut.

Pemegang saham preferen dan saham biasa mempunyai hak sama dalam pembagian harta perusahaan yang dibayar secara proporsional bila perusahaan dilikuidasi setelah  pembayaran utang perusahaan dilunasi. Bila nilai aset yang dimiliki tidak cukup untuk membayar utang perusahaan, pemegang saham tidak menerima apa pun dan tidak juga membayar kekurangan utang akibat aset yang kurang tersebut.




Perusahaan Tertutup
 Pada pendirian perusahaan, pemegang saham perusahaan tidak mungkin banyak, misalnya pemegang saham perusahaan hanya lima pihak. Perusahaan ini disebut perusahaan tertutup. Bila salah satu pihak ingin menjual sahamnya, pemegang saham yang menjua harus menawarkan terlebih dahulu kepada keempat pemegang saham lainnya. Pemegang saham tersebut tidak bisa menawarkan saham kepada pihak lain selain kepada keempat pemegang saham tersebut.

Biasanya, aturan penjualan saham ini dibuat dalam akta perusahaan. Bila keempat pemilik saham itu tidak mau membeli saham, penjual saham bisa menjual saham tersebut kepada pihak lain. Penjual saham harus mendapatkan pernyataan bahwa pihaknya tidak keberatan saham tersebut dijual kepada pihak lain. Surat pernyataan ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan tuntutan di kemudian hari.

Kemudian, bila perusahaan membutuhkan dana dalam rangka pengembangan perusahaan, dana yang dibutuhkan harus dari penerbitan saham. Bila dana yang dibutuhkan sebesar Rp 30 miliar, dana ini harus disetor oleh pemilik saham yang ada pada saat ini. Pemegang saham  menyetor dana secara proporsional yang totalnya Rp 30 miliar. Bila salah satu pemegang saham tidak memiliki dana untuk membeli saham tambahan, pembelinya bisa dari pemegang saham yang ada. Jika semua pemegang saham belum bisa membeli saham yang diterbitkan, dana dapat ditawarkan kepada pihak lain setelah mendapatkan persetujuan dari semua pemegang saham. Biasanya, persetujuan tersebut melalui sebuah RUPS.




Perusahaan Terbuka
Selanjutnya, bila perusahaan telah menawarkan sahamnya kepada publik, perusahaan tersebut dikenal sebagai perusahaan terbuka dengan singkatan Tbk. Biasanya pemegang saham perusahaan akan melebihi 300 pihak dan bursa menginginkan jumlah pemegang saham lebih dari 1000 pihak. Bila salah satu pemegang saham ingin menjual sahamnya, pemegang saham bisa menjual saham secara langsung tanpa meminta persetujuan dari pemegang saham lain. Hal ini dapat dilakukan karena sudah diatur dalam perundang-undangan atau dalam akta perusahaan sebelumnya. Perubahan nama pemegang saham secara langsung bisa terjadi karena sudah diurus oleh bursa. Namun, pemegang saham hanya bisa menjual saham ke bursa hanya melalui bantuan perusahaan sekuritas.

Bila perusahaan terbuka tersebut ingin mendapatkan dana, perusahaan tersebut dapat memperolehnya dengan cara menerbitkan saham baru. Tindakan ini disebut juga aksi korporasi (corporate action) yang dikenal dengan istilah right issue. Tindakan ini menyatakan bahwa saham yang dibeli mempunyai harga tertentu dan biasanya lebih murah daripada harga saham di bursa. Bila seorang investor ingin mendapatkan saham yang diterbitkan, investor tersebut harus membayar senilai harga saham yang tertera pada tindakan aksi korporasi right issue tersebut dan sejumlah right sesuai penawaran yang dilakukan.

Perusahaan menawarkan saham dengan rasio tertentu, misalnya rasio yang paling sederhana satu pemegang saham lama akan mendapatkan satu saham baru di mana harga saham baru Rp 1.300 per saham dan harga saham di bursa Rp 1.500 per saham. Artinya, investor harus menyampaikan satu right dan menyetor uang Rp 1.300 kepada perusahaan. Maka diperoleh satu saham baru.

Bila pemegang saham lama tidak ingin membeli saham baru tersebut, pemegang saham tersebut menjual right-nya ke pasar dengan harga Rp 100 per saham (Rp 1.500 – ((Rp 1.300 + Rp 1.500)/2)). Pemahaman atas tindakan right issue perlu dipahami agar tidak mengalami kerugian.

sumber: Harian Kompas


Jumat, 31 Mei 2019

Klaim Surrender Bagi Nasabah, Agen Dan Perusahaan Asuransi Dalam Asuransi Jiwa




oleh : Ravenna





Pada kuartal pertama di tahun 2019 ini, nasabah saya yang memilih melakukan surrender terhadap polis asuransi jiwanya, total ada 5 buah polis dengan waktu yang hampir bersamaan. Dan masing-masing polis tersebut belum bisa memberi imbal hasil yang baik untuk investasinya. Dari alasan yang dikemukakan mengapa mereka memutuskan untuk melakukan surrender adalah kebutuhan akan uang tunai

Menarik untuk dicermati tentang permasalahan surrender ini, surrender bukanlah hal yang menguntungkan dan membawa manfaat, namun lebih merugikan bagi masing-masing pihak yang terlibat, tidak hanya bagi nasabah sendiri, bagi perusahaan asuransi, juga bagi seorang agen asuransi. Bagaimana tidak bagi nasabah, diawal saat memulai membuka polis asuransi jiwa dengan maksud untuk memperoleh proteksi sekaligus manfaat berupa profit dari hasil investasi dalam satu paket yang disebut dengan produk asuransi jiwa unit link.





Namun seiring berjalannya waktu, maksud yang semula ini dilupakan karena terdesak kebutuhan akan uang saat itu, dan karena faktor-faktor lain yang mengarahkan pada pilihan untuk berhenti melanjutkan membayar premi dan menutup polisnya. Dikarenakan usia polisnya yang masih terlalu dini untuk bisa memberi imbal hasil yang memuaskan, jelas membawa pengaruh pada hasil yang diterima nasabah yang jumlahnya kecil dari harapannya semula. Bagi perusahaan asuransi sendiri jika surrender tergolong tinggi, ini dinilai ‘kurang sehat’ buat kelangsungan perusahaan. Sedangkan bagi seorang agen asuransi, surrender jelas membawa pengaruh persistensi, jika persistensi tinggi bisa menghambat laju karir sang agen untuk melangkah ke jenjang lebih tinggi dalam struktur level manajerial, karenanya penting bagi seorang agen untuk tetap menjaga persistensi nasabah agar tetap rendah.

Dalam majalah INVESTOR edisi April 2018 Windarto menulis, Surrender atau klaim nilai ditebus asuransi jiwa terbilang tinggi dari tahun ke tahun. Pada saat terjadi krisis atau bursa sedang lesu, klaim jenis ini pun masih jadi klaim terbesar. Begitu pun ketika bursa sebaliknya, angka klaim ini masih besar. Berdasarkan catatan AAJI perkuartal empat 2017, klaim nilai tebus mengambil porsi 55,6% dari total klaim dan manfaat yang dibayarkan industri asuransi jiwa.





Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menyebut beberapa kemungkinan atau alasan mengapa polis ditebus masih banyak terjadi. Selain faktor kebutuhan dana tunai, banyak di antara pemegang polis tidak memahami produk yang dibelinya. “Dalam arti dia membeli produk asuransi tapi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan,” terangnya. Biasanya polis ditebus terjadi pada produk-produk tradisional yang dikaitkan dengan investasi, walaupun ada juga produk non tradisional yang melakukan penebusan polis.

Berbeda dengan penebusan polis, pilihan yang lebih bijak adalah penarikan sebagian (partial withdrawal). Dengan penarikan sebagian, polis nasabah masih aktif dan perlindungan asuransi masih berlaku. Di sisi lain, dengan penarikan sebagian, sebagai investor, pemegang polis dapat memanfaatkan momentum naik turunnya bursa saham untuk memperoleh keuntungan dari investasi. Kendati tidak sebesar klaim surrender, klaim jenis ini pun terbilang tinggi karena tercatat sebesar Rp 17,49 triliun naik dari Rp 13,57 triliun atau tumbuh 28,9%. Klaim jenis ini menempati urutan kedua terbesar setelah klaim penebusan polis. Umumnya klaim-klaim jenis ini terjadi pada produk unit link. Produk unit link memiliki fleksibilitas dalam menambah dana investasi (top up) maupun untuk menarik sebagian dana tersebut.


Presiden Direktur PT  Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) Jens Reisch mengakui banyak klaim-klaim penarikan sebagian karena untuk ambil untung memanfaatkan momentum bursa yang sedang bullish. Prudential Indonesia sepanjang 2017 membayarkan klaim dan manfaat sebesar Rp 12,3 triliun. “Paling besar pay out adalah profit taking. Saya lihat fenomena kalau bursa naik 20% nasabah akan ambil. Dari beberapa season seperti ini,” ujar Jens. Dijelaskan Jens, Prudential Indonesia sudah 23 tahun beroperasi di Indonesia dan memiliki nasabah 3,5 jutaan. “Kalau nasabah sudah 10-20 tahun memegang polis, kenaikan 20% (investasi) itu sudah lumayan signifikan (hasilnya). Kita sangat senang karena mayoritas nasabah tidak surrender,” lanjut Jens.

Beberapa produk unit link Prudential tahun 2017 mencatat imbal hasil di atas 20%, diantaranya malah mencatat imbal hasil tertinggi yakni Prulink Rupiah Indonesia Greater China Equity Fund dan US Dollar Indonesia Greater China Equity Fund serta Syariah Rupiah Asia Pasific Equity Fund, selama 2017 ketiga unit link offshore tersebut meraih imbal hasil tertinggi di antara unit link lain yang ada di Prudential Indonesia, dengan imbal hasil masing-masing 25,05%, 24,01% dan 26,56%.

(SG)-Cisauk, 30 Mei 2019