oleh : Adler Haymans Manurung
ilustrasi : idx.co.id |
Sering
kita mendengar seseorang ingin mendirikan perusahaan. Perusahaan itu
menerbitkan selembar surat pernyataan bahwa pemegang surat itu memiliki
perusahaan penerbit surat tersebut. Surat tersebut dikenal dengan saham.
Pada
surat itu tidak dituliskan jatuh tempo dana yang diinvestasikan oleh pembeli
surat yang diterbitkan. Artinya, pemegang saham tidak mempunyai jatuh tempo
atau selama perusahaan berdiri atau sampai perusahaan dilikuidasi. Namun, surat
tersebut menyatakan jumlah saham yang dimiliki dan nilai nominal per saham
tersebut. Bila nilai nominal saham sebesar Rp 5 juta per saham dan saham yang
dimiliki sebesar 10 saham, pemegang surat tersebut melakukan investasi sebesar
Rp 50 juta. Nilai nominal saham ini tidak berubah-ubah, terkecuali ada dalam
keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) perusahaan yang bersangkutan.
Saham Preferen dan Saham Biasa
Saham bisa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
saham preferen dan saham biasa. Pemegang saham preferen tidak mempunyai hak voting di dalam rapat umum pemegang
saham dan mempunyai hak dividen
setiap tahunnya. Pada awal terbentuknya perusahaan dan diadakannya penerbitan
saham preferen, besarnya dividen perusahaan ditentukan.
Perusahaan wajib membayar dividen setiap tahun walaupun
perusahaan mengalami kerugian. Pada saat perusahaan mengalami kerugian,
perusahaan tidak bisa membayar dividen. Dividen akan dibayarkan pada tahun
berikutnya ketika perusahaan untung. Misalkan perusahaan mempunyai pembayaran
dividen sebesar Rp 50 per saham. Maka pada saat rugi, perusahaan tidak membayar
dividen. Setelah untung tahun berikutnya, perusahaan akan membayar dividen
sebesar Rp 100 per saham dimana Rp 50 merupakan utang dividen dikarenakan
adanya kerugian pada tahun sebelumnya dan Rp 50 merupakan keuntungan pada tahun
berjalan.
Tidak ada kewajiban bagi pemegang saham biasa untuk
mendapatkan dividen setiap tahun. Keputusan adanya dividen merupakan kebijakan
pada RUPS. Bila direksi perusahaan memberikan pertanggungjawaban untuk tidak
membayar dividen, dividen tidak dibagikan. Namun bila RUPS perusahaan
memaksakan untuk membagikan dividen, perusahaan harus membagikan dividen
walaupun sudah ada kebijakan tidak ada pembagian dividen pada RUPS tersebut.
Kewenangan bisa terjadi pada RUPS karena pemegang saham
biasa mempunyai hak voting dalam
RUPS. Hak voting ini yang
dipergunakan perusahaan untuk menentukan pembagian dividen tersebut. Bila ada
salah satu pemegang saham ingin mendapatkan dividend an hal itu dikemukakan
pada RUPS, biasanya pemegang saham lain akan mendukung sehingga ada pembagian
dividen dengan hak voting tersebut.
Pemegang saham preferen dan saham biasa mempunyai hak
sama dalam pembagian harta perusahaan yang dibayar secara proporsional bila
perusahaan dilikuidasi setelah
pembayaran utang perusahaan dilunasi. Bila nilai aset yang dimiliki
tidak cukup untuk membayar utang perusahaan, pemegang saham tidak menerima apa
pun dan tidak juga membayar kekurangan utang akibat aset yang kurang tersebut.
Perusahaan Tertutup
Pada pendirian
perusahaan, pemegang saham perusahaan tidak mungkin banyak, misalnya pemegang
saham perusahaan hanya lima pihak. Perusahaan ini disebut perusahaan tertutup.
Bila salah satu pihak ingin menjual sahamnya, pemegang saham yang menjua harus
menawarkan terlebih dahulu kepada keempat pemegang saham lainnya. Pemegang saham
tersebut tidak bisa menawarkan saham kepada pihak lain selain kepada keempat
pemegang saham tersebut.
Biasanya, aturan penjualan saham ini dibuat dalam akta
perusahaan. Bila keempat pemilik saham itu tidak mau membeli saham, penjual
saham bisa menjual saham tersebut kepada pihak lain. Penjual saham harus
mendapatkan pernyataan bahwa pihaknya tidak keberatan saham tersebut dijual
kepada pihak lain. Surat pernyataan ini sangat dibutuhkan untuk mengatasi
persoalan tuntutan di kemudian hari.
Kemudian, bila perusahaan membutuhkan dana dalam rangka
pengembangan perusahaan, dana yang dibutuhkan harus dari penerbitan saham. Bila
dana yang dibutuhkan sebesar Rp 30 miliar, dana ini harus disetor oleh pemilik
saham yang ada pada saat ini. Pemegang saham
menyetor dana secara proporsional yang totalnya Rp 30 miliar. Bila salah
satu pemegang saham tidak memiliki dana untuk membeli saham tambahan,
pembelinya bisa dari pemegang saham yang ada. Jika semua pemegang saham belum
bisa membeli saham yang diterbitkan, dana dapat ditawarkan kepada pihak lain
setelah mendapatkan persetujuan dari semua pemegang saham. Biasanya,
persetujuan tersebut melalui sebuah RUPS.
Perusahaan
Terbuka
Selanjutnya, bila perusahaan telah menawarkan sahamnya
kepada publik, perusahaan tersebut dikenal sebagai perusahaan terbuka dengan
singkatan Tbk. Biasanya pemegang saham perusahaan akan melebihi 300 pihak dan
bursa menginginkan jumlah pemegang saham lebih dari 1000 pihak. Bila salah satu
pemegang saham ingin menjual sahamnya, pemegang saham bisa menjual saham secara
langsung tanpa meminta persetujuan dari pemegang saham lain. Hal ini dapat
dilakukan karena sudah diatur dalam perundang-undangan atau dalam akta
perusahaan sebelumnya. Perubahan nama pemegang saham secara langsung bisa
terjadi karena sudah diurus oleh bursa. Namun, pemegang saham hanya bisa
menjual saham ke bursa hanya melalui bantuan perusahaan sekuritas.
Bila perusahaan terbuka tersebut ingin mendapatkan
dana, perusahaan tersebut dapat memperolehnya dengan cara menerbitkan saham baru.
Tindakan ini disebut juga aksi korporasi (corporate
action) yang dikenal dengan istilah right
issue. Tindakan ini menyatakan bahwa saham yang dibeli mempunyai harga
tertentu dan biasanya lebih murah daripada harga saham di bursa. Bila seorang
investor ingin mendapatkan saham yang diterbitkan, investor tersebut harus
membayar senilai harga saham yang tertera pada tindakan aksi korporasi right issue tersebut dan sejumlah right sesuai penawaran yang dilakukan.
Perusahaan menawarkan saham dengan rasio tertentu,
misalnya rasio yang paling sederhana satu pemegang saham lama akan mendapatkan
satu saham baru di mana harga saham baru Rp 1.300 per saham dan harga saham di
bursa Rp 1.500 per saham. Artinya, investor harus menyampaikan satu right dan menyetor uang Rp 1.300 kepada
perusahaan. Maka diperoleh satu saham baru.
Bila pemegang saham lama tidak ingin membeli saham baru
tersebut, pemegang saham tersebut menjual right-nya
ke pasar dengan harga Rp 100 per saham (Rp 1.500 – ((Rp 1.300 + Rp 1.500)/2)).
Pemahaman atas tindakan right issue
perlu dipahami agar tidak mengalami kerugian.
sumber: Harian Kompas